Film ini akan menceritakan tentang seorang anak perempuan yang bernama Morgan. Yang mana ia bukanlah anak biasa. Morgan adalah seorang anak hasil dari penelitian para ilmuan. Ia telah menjelma menjadi sesuatu yang sangat berbahaya dan harus segera diselesaikan. Seorang konsultan perusahaan(diperankan Kate Mara) melakukan sebuah investigasi terhadap sejumlah kecelakaan berlumuran darah yang sering sekali terjadi. Sebuah laboratorium pusat penelitian menjadi saksi atas kebrutalan Morgan.
Para ilmuan menganggap Morgan sebagai anak yang spesial. Satu bulan setelah kelahirannya , ia sudah dapat berbicara dan berjalan. Walaupun demikian mereka tetap menganggap Morgan seperti anak pada umumnya. Kejadian kejadian aneh mulai bermunculan. Dan akhirnya para ilmuan pun mulai mencurigai Morgan. Hingga sekelompok peneliti diperintah untuk melakukan sebuah pengawasan ekstra pada Morgan, Dan sekaligus untuk pertimbangan, Melanjutkan atau menghentikan Projek anak buatan tersebut. dan juga kelangsungan hidup Morgan.
Review THE DEAD ROOM (2015) The Dead Room adalah film yang diangkat dari kisah nyata yang pernah terjadi di Selandia Baru. Keluarga sepasang suami istri yang pernah tinggal dalam sebuah rumah tua di pingir kota, dibagian utara Selandia Baru, berhasil melarikan diri dari rumah yang berlokasi di wilayah pertanian.
Keluarga itu berhasil melepaskan diri dari kekuatan 'hitam' yang menyelimuti bagian rumah tua tersebut, dan mencari pertolongan atas apa yang telah mereka alami. Mereka menemui ahli psikologi dan ahli supranatural dalam melakukan tugasnya untuk melihat apa yang terjadi dengan rumah yang baru saja mereka tinggalkan.
Rumah tersebut berpenghuni. Rumah yang terlihat sudah usang tersebut dihuni oleh kekuatan gaib yang membuat para ahli supranatural itu menggunakan segala peralatan canggih yang mereka miliki untuk mencoba mengungkap 'sesuatu' yang terus mengganggu dan membahayakan seisi rumah.
Mereka mencoba melihat perilaku hantu tersebut lewat peralatan yang ditempatkan di bagian-bagian rumah, dan memang benar bahwa ada ruangan yang menjadi tempat favorit kekuatan hitam tersebut, menyeret satu persatu para peneliti itu.
Kembalinya Matt Damon ke franchise film Bourne tentunya memikat kembali hati para penggemar yang pastinya penasaran bagaimana kisah lanjutan dari si agen bernama Jason Bourne ini. Apalagi, film sebelumnya “Bourne: Legacy” yang diperankan oleh Jeremy Renner tidak begitu mendulang sukses seperti tiga film, sebelumnya. Bukan karena akting sang aktor buruk, tapi cerita dan karakter bourne sendiri sepertinya sudah melekat pada aktor Matt Damon. Dan begitu diumumkan bahwa sekuel berikutnya ‘Jason Bourne’ akan kembali diperankan olehnya, seluruh dunia juga sudah heboh menantikan kehadiran film barunya ini.
Plot yang dihadirkan mungkin tidak jauh-jauh dari konflik di film sebelumnya, dimana Bourne terus mencari identitas dirinya yang telah dicuci otak dan direkrut sebagai anggota CIA. Setelah pelariannya, Bourne mengasingkan diri di berbagai tempat, tapi kemudian seorang hacker bernama Nicky Parsons membantunya mencari tahu tentang asal-usul identitas Jason Bourne. Ini kemudian membawanya kembali pada sejarah Treadstone dan kematian sang ayah. Tak hanya ingin mengetahui jati dirinya, Bourne juga berniat untuk balas dendam pada organisasi CIA yang membuat kehidupannya hancur.
Ketegangan sudah terasa sejak awal film. Bahkan adegan laga ‘pemanasan’ juga sudah dibuka oleh Matt Damon lewat pertarungan jalanan di kehidupannya yang menjadi liar. Akting Matt Damon sebagai Jason Bourne tetap terlihat dingin sebagai karakter pembunuh yang mematikan. Selain Matt Damon, ada pula karakter baru yang cukup memukau yaitu Alicia Vikander sebagai Heather Lee, yang merupakan anggota baru CIA.
Cerita yang dihadirkan di Jason Bourne begitu mudah dipahami. Meskipun dengan durasi yang cukup panjang yaitu selama dua jam, namun film ini tidak membosankan. Dialog antar pemain sangat rapih dan cepat, tidak banyak bahasa-bahasa retorika yang biasanya hanya membuat penonton jenuh. Selang beberapa dialog, dengan cepat scene langsung beralih ke adegan action. Bahkan jika anda tak pernah menyaksikan empat film Jason Bourne sebelumnya, anda tetap dapat mengerti alur cerita yang dihadirkan dalam film ini. Semua terasa tingkas, padat dan sangat jelas.
Jason Bourne
Sang sutradara dan pengarah cerita sangat sukses merelevansikan kisah Jason Bourne ke tren dunia saat ini. Konflik antara CIA dengan masyarakat umum seperti hak privasi platfrom media sosial juga disangkut pautkan ke film ini. Ini yang membuat alur cerita terasa lebih fresh dan lebih masuk diakal. Sepertinya sutradara Paul GreenGrass dan Matt Damon, sudah memiliki chemistry yang kuat untuk menghasilkan film ‘Bourne’ yang benar-benar menggigit.
Untuk set lokasi, perlu diacungi jempol bagaimana tim produksi berhasil melakukan setting tempat dengan lokasi berbagai loksai. Mulai dari Yunani, Berlin hingga Las Vegas. Kekacauan yang diperlihatkan tampak begitu natural, dan di tengah kekacauan tersebut, Bourne justru asik berkejaran para musuh yang mengincarnya.
Adegan action yang dihadirkan tak cuma baku tembak, tapi juga kejar mengejar dengan beragam taktik, hingga adu fisik dengan koreo yang cukup rapih terlihat. Menariknya pula tak ada adegan-adegan vulgar seperti yang banyak ditampilkan pada film modern saat ini. Jason Bourne benar-benar hanya penuh dengan drama dan laga.
Hingga film ini berakhir pun masih menyisakan kemungkinan sekuel lanjutan. Dimana rancangan program baru CIA pun juga sudah dibocorkan, yaitu mengenai ‘Iron Hand’. Ada kemungkinan pula jika nantinya installmen film Bourne dengan sang aktor Matt Damon, akan bertemu dengan karakter mantan agen CIA lain seperti Aaron Cross (Jeremy Renner) yang juga masih menyisakan banyak pertanyaan. Adegan pada bagian ending film tidak tampak seperti film ini berakhir, malah justru seperti sedang mengindikasikan petualangan Jason Bourne yang baru.
Tentunya film Jason Bourne adalah salah satu film wajib untuk anda saksikan, terutama untuk para penggemar film action. Jason Bourne tayang mulai 21 Juli 2016 di bioskop-bioskop tanah air. Trailer JASON BOURNE (2016)
Tiga orang pencuri masuk ke rumah orang buta, mungkin tema yang cukup menarik disimak. Dari trailer yang disajikan,ide cerita dari film ini memang cukup menarik disimak. Berbeda dengan kebanyakan film thriller bertema perampokan lainnya, Dont Breathe justru menghadirkan rasa mencekam dimana perampok yang diterror oleh sang pemilik rumah. Bukan pemilik rumah biasa, melainkan orang buta dengan kemampuan bertarung yang tinggi.
Pengenalan karakter yang dalam film terbilang sangat singkat. Tiga orang anggota kompoltan pencuri yang diantaranya adalah Money(Daniel Zovato), Rocky (Jean Levy) dan Alex (Dylan Minnette) sebenarnya bukanlah kelompok pencuri kelas atas, karena dari cara mereka beroperasi di rumah-rumah target terbilang masih amatir. Sedikit pengenalan karakter yang lebih detail ada pada Rocky, seorang gadis yang tinggal bersama ibu dan adiknya. Namun hubungan keluarganya tidak harmonis, karena sang ayah pergi meninggalkan mereka. Sementara Alex adalah anak dari seorang teknisi sistem keamanan rumah, yang justru memanfaatkan posisi tersebut untuk membobol rumah-rumah para client sang ayah.
Kemudian tujuan dari kelompok ini juga cukup jelas. Mereka mengincar uang ratusan ribu dollar dari si buta pemilik rumah, yang merupakan pencairan dana asuransi setelah puterinya meninggal akibat kecelakaan. Tapi setelah mereka berada di dalam rumah, rupanya ada hal yang terduga yang mereka temui. Hal rahasia yang lebih penting dari sekedar uang, mengungkap siapa jati diri dari si buta tersebut. Alur cerita yang sama sekali diluar prediksi ini semakin menambah ketegangan saat menyaksikan film tersebut. Yang akhirnya juga mengubah perspektif penonton, siapakah ‘penjahat’ yang sesungguhnya. Apakah komplotan maling atau si tuan rumah ?
Stephen Lang stars in Screen Gems' horror-thriller DON'T BREATHE.
Action yang ditawarkan juga cukup seru, meskipun tidak menghadirkan koreo martial arts yang memukau. Pistol di tangan si buta menjadi ancaman serius bagi para pencuri yang telah terjebak. Karena tak hanya sekedar bertarung, mereka harus mengatur strategi agar selamat dari ancaman di rumah tersebut. Uniknya film ini tidak perlu mengandalakan beragam efek CGI atau background sound yang mengagetkan.
Pertarungan di ruang gelap, dengan ancaman pistol yang bisa menembus tubuh kapan saja benar-benar membuat penonton terush menghela nafas panjang. Ekspresi yang dihadirkan para pemain sangat meyakinkan dengan kesan penuh ketakutan. Terutama untuk pemeran wanita, Jean Levy yang menjadi tokoh paling dominan. Ekspresi ketakutannya seolah dapat dirasakan oleh penonton yang duduk di depan layar lebar.
Setting lokasi untuk film yang satu ini memang hanya berkutat di dalam rumah. Tapi nyatanya berhasil membuat penonton tegang dan ketakutan sepanjang film. Dengan set up tempat yang kecil, tentunya tidak membutuhkan budget besar untuk penggarapan film. Namun ‘Dont Breate’ tetap berhasil menawarkan suguhan yang maksimal. Bahkan di minggu perdananya, Dont Breathe telah sukses merebut posisi puncak Box Office. Untuk film thriler di tahun 2016, ini menjadi rekomendasi film thriler kedua saya secara pribadi setelah film The Shallows.
Film Hollywood "Race" 2016 menceritakan tentang sebuah keberanian, kelapangan hati dan juga kuatnya persahabatan sejati. Race 2016 juga merupakan sebuah drama yang menginspirasi tentang bagaimana perjuangan seorang pria untuk menjadi legenda lari di olimpiade.
Film Race 2016 ceritanya akan berfokus pada kisah nyata seorang bintang atletik legendaris, bernama Jesse Owens (Stephan James).Dia merupakan seorang bintang lapangan yang berusaha mengatasi dan menghadapi kemalangan sampai akhirnya dapat memenangkan empat medali emas dalam Berlin Olympic Games tahun 1936. Dan dalam olimpiade tersebut,dia harus menghadapi visi Adolf Hitler mengenai supremasi Aryan. Review Film Sinopsis Race (2016)
Film Race 2016 ini merupkan sebuah film yang di adaptasi dari sebuah kisah nyata seorang atlet bernama Jesse Owens, yang memenangkan Rekor empat medali emas di Olimpiade Berlin tahun 1936. Dan inti dari film ini nanti akan berputar pada perjalanan karir di dunia olahraga seorang Jesse Owens hingga dia berhasil memperoleh empat medali emas dalam kejuaraaan atletik.
Alkisah Kapten James T. Kirk (Chris Pine) dan krunya di USS Enterprise yaitu Spock (Zachary Quinto), Uhura (Zoe Saldana), Scotty (Pegg), Sulu (John Cho), Bones (Karl Urban) dan Chekov (Alm Anton Yelchin) sedang melakukan misi 5 tahunan untuk mencari kehidupan yang belum pernah ditemukan.
Saat beristirahat di USS Yorktown mereka dimintai bantuan untuk menuju sebuah kapal yang terdampar. Namun dalam perjalanan, Enterprise diserang secara mendadak dan jatuh disebuah planet. Awak Enterprise saling terpisah, dan mereka berusaha untuk bergabung kembali.
Serangan tersebut ternyata dibuat oleh Krall (Idris Elba), makluk alien yang hidup dengan menghisap kehidupan makhluk lain. Dengan bantuan Manas (Joe Taslim), Krall ingin mendapatkan artefak yang dimiliki oleh Kapten Kirk.
Star Trek Beyond banyak dibumbui humor, terutama antara Spock yang berpikir logis dengan si dokter Bones yang humoris. Ada karakter baru yang ditampilkan yaitu Jaylah (Sofia Boutella), seorang alien yang pintar mengutak-atik pesawat. Tempo film berjalan cepat sehingga tidak membuat bosan, serta penuh ketegangan dari awal hingga akhir.
Isu mengenai LGBT juga mewarnai Star Trek Beyond. Sulu (John Cho) dikisahkan mempunyai suami dan anak. Namun penggambarannya tidak terlalu vulgar seperti di Independence Day: Resurgence.
manas star trek joe taslim, Film yang disutradarai oleh Justin Lin ini juga mengusung artis dari Indonesia yaitu Joe Taslim. Dia menjadi seorang alien bernama Manas yang merupakan anak buah dari Krall. Joe Taslim memakai make up khusus dari bahan prostetik, dimana proses make upnya bisa menghabiskan waktu 5 jam. Apakah Manas hanya tampil sekelebat saja ? Karakter Manas tampil lumayan lama meski tidak menjadi aktor utama. Cuma sayang wajahnya tidak kelihatan karena memakai make up alien ??
Star Trek Beyond, film yang cukup menarik dan bagus. Selama dua jam akan disuguhi dengan action yang mendebarkan, humor yang menyenangkan, akting yang pas serta kejutan dalam jalan cerita.
Veil, adalah sebuah film horor thriller bersama Universal
Pictures. Digarap sutradara Phil Joanou dan Robert Ben Garant sebagai
penulis skenario. Film ini dibintangi oleh pemain film populer Jessica
Alba bersama Lily Rabe, Thomas Jane, Shannon Woodward, Reid Scott,
Aleksa Palladino, Ivy George, Jack De Sena, Kyla-Drew dan lainnya.
Sinopsis The Veil
Dalam sebuah peradaban terdiri dari sekelompok kultus agama yang dikenal
sebagai kerudung surga. Mereka telah mengalami pembantaian setelah
diburu oleh mereka yang kejam, dan peristiwa tragis itu telah
menghilangkan banyak nyawa
Mereka tewas, sementara apa yang
sebenarnya terjadi saat itu telah terkubur bersama memori mereka, namun
ada salah satu yang selamat, ya, seorang anak perempuan berusia lima
tahun telah luput dari aksi pembunuhan sadis itu.
Dia telah
tumbuh besar hingga tiga puluh tahun kemudian, gadis itu kembali ke
dunianya dan bekerja sebagai kru sebuah perusahaan film dokumenter.
Tidak lama setelah kehadirannya, mereka akan sangat terkejut dengan apa
yang mereka temukan, jauh lebih mengerikan dari apapu yang pernah mereka
bayangkan.
Meski baru dua film yang
‘ditelurkannya’, kita sama-sama tahulah kapasitas Ducan Jones sebagai
seorang sutradara berpotensi besar khususnya di genre fiksi ilmiah,
coba lihat saja bagaimana ia sukses membuat kisah seorang astronot yang
kesepian di bulan begitu intens di Moon atau yang dilakukannya ketika ia bermain-main dengan konsep perjalanan waktu di Source Code
yang super keren itu, tetapi kali ini putra dari mendiang rocker David
Bowie harus berhadapan dengan tantangan yang lebih besar, lebih sulit
dan penuh risiko, yakni membawa dunia video game ke layar lebar
yang sudah menjadi rahasia umum adalah sebuah perjudian besar yang
susah untuk dimenangkan, sebuah kutukan mengerikan bagi siapa saja yang
coba-coba bersentuhan dengan adaptasi satu ini.
Tetapi ini Duncan Jones, memang sampai
seberapa buruk sih film yang bisa dibuatnya? Apalagi kali ini sumber
aslinya juga bukan main-main; Adaptasinya dari game strategi komputer ternama macam Warcraft yang sempat mengganggu jadwal tidur para gamers ketika pertama kali di luncurkan 22 tahun silam. Ya, sebagai sebuah RTS (Real Time Strategy) kemunculan seri pertama Warcraft, Warcraft: Orcs & Human
pada tahun 1994 memang menjadi fenomena tersendiri di kalangan gamers
PC. Blizzard Entertaiment sebagai pembuatnya langsung sukses besar yang
kemudian dilanjutkan dengan kemunculan judul-judul lain yang tak kalah
hebatnya, sebut saja sekuel-sekuel Warcraft, sampai tiga seri termasuk
MMORPG World of Warcraft terus berkembang sampai saat ini, franchise Starcfrat yang menjadi mainan wajib anak-anak Korea Selatan sampai franchise RPG Diablo. Ya,
jadi setelah kesuksesan yang diraih Bliizard khususnya seri-seri
Warcraft-nya, hanya tinggal menunggu waktu saja untuk kemudian dibuatkan
versi live-action nya yang akhirnya benar-benar bisa terwujud setelah
pertama kali dicetuskan 2006 silam. Ya, sekali lagi dengan restu penuh
Blizzard Entertaiment, sutradara sekelas Duncan Jones dan dukungan kocek
besar sampai 169 juta dolar dari studio besar macam Legendary dan
Universal Pictures apa sih yang bisa salah dari Warcraft: The Beginning?
Untuk menjawab pertanyaan di atas mungkin harus dilihat dari dua sisi, sisi pertama dari kalangan non-gamers yang sebelumnya tidak pernah bersentuhan dengan sumber aslinya. Ya, mungkin Warcraft: The Beginning akan terasa terlalu familiar di ranah film, khususnya setelah saga TheLord of The Rings
begitu perkasa menghadirkan kisah perseteruan fantasi antara manusia
dan bangsa Orc. Apa yang disajikan Duncan Jones mungkin tidak istimewa
secara premis, penonton awam hanya menganggap ini hanya sekedar sajian
fantasi konvensional yang mengekor kebesaran franchise milik Peter
Jackson itu meski mungkin mereka akan terhibur dengan aksi dan kekuatan
visual efeknya yang betul-betul dimaksimalkan hingga menghasilkan
gambar-gambar yang begitu cantik dengan segala tetek bengek efek CGI-nya
yang keren, tetapi sekali lagi, dari mata awam, Warcfrat: The Beginning hanya menjadi sekedar film hiburan tanpa kesan apa-apa.
Sementara semua akan terasas berbeda jika kamu melihatnya dari sudut lain, sudut seorang gamers yang begitu mencintai franchise video game
satu ini. Warcraft sudah menjadi bagian dari hidup mereka, setiap jam
yang pernah mereka habiskan di depan layar monitor, membangun barrack, farm, dan tower, melepas hero, mage dan Griffin dan menyerbu markas orc atau human dengan segala hafalan shortcut-shortcut
keyboard dan kecepatan menggerakan mouse adalah pengalaman yang tak
terlupakan, jadi tentu saja tidak berlebihan jika kemunculan Warcraft: The Beginning
menjadi sesuatu yang sangat personal dan begitu dinantikan buat mereka.
Ya, buat isa jadi menjadi pengalaman menonton adaptasi video game
terbaik setelah…..entahlah, Tomb Raider atau Final Fantasy VII: Advent Children mungkin?
Hal terbaik yang bisa kamu dapatkan di Warcraft: The Beginning
adalah bagaimana usaha Jones membuatnya sedekat mungkin dengan versi
aslinya, lihat saja desain artistiknya yang luar biasa, meliputi set
kerajaan Azeroth yang cantik sekaligus mistis, Draenor yang tandus dan
mati serta detail-detail karakternya dari Anduin Lothar (Travis Fimmel),
Durotan (Toby Kebbell) sampai Gul’dan (Daniel Wu) si orc warlcok, belum lagi saya menyebutsegala pemilihan kostum dan atributnya yang sangat familiar dengan franchise Warcraft. Singkatnya, secara fisik dan atmosfer, Warcfrat: The Beginning adalah sajian live action fantasi yang Warcfraft
banget lengkap dengan parade CGI yang mampu merepresentasikan setiap
sihir dan aksi-aksi memukau serta perang berskala masif lengkap bersama
iring-iringan scoring menggelegar garapan Ramin , meski harus
diakui juga naskah yang dibesut Jones bersama Charles Leavitt tidaklah
sekuat presentasinya, tetapi hal ini bisa dimaklumi mengingat sumber
aslinya juga sebenarnya tidak punya cerita yang jelas, garis besarnya
hanya menampilkan perseteruan manusia dan para orc horde, tidak lebih
tidak kurang namun dalam perjalanannya akan ada ras-rasa baru yang turut
bergabung meramaikan seperti bangsa Night Elf atau Undead. Menariknya lagi, untuk membuat kisahnya sedikit lebih kompleks, Jones memberinya karakter baru yang tidak ada dalam versi game-nya dalam
diri Garona yang dimainkan Paula Patton yang tetap seksi meski dalam
balutan tubuh hijau dan taring menonjol. Sayang, tidak banyak yang bisa
dieksplorasi Jones di sini, mungkin karena ia hanya bagian awal dari
sebuah saga baru sehingga wajar jika kisahnya terasa lemah dan tidak
lengkap. Mungkin jika sukses nanti, kita bisa melihat lebih banyak lagi
di sekuelnya, ya, jika sukses, semoga.
Film BLOOD FATHER merupakan film bergenre action thriller yang naskahnya
ditulis oleh Andrea Berloff dan Peter Craig berdasarkan novelnya dengan judul
yang sama. Diperankan oleh aktor kawakan Mel Gibson, BLOD FATHER
disutradarai Jean-François Richet, digarap oleh rumah produksi Why Not
Productions.
Dalam film ini Mel Gibson berperan sebagai John Link, mantan
narapidana yang juga seorang ayah, reuni dengan putri tercintanya berusia 16
tahun. Film ini rencananya akan dirilis pada 26 Agustus 2016.
Sinopsis
Film BLOOD FATHER berkisah tentang seorang pria bernama John Link (Mel
Gibson) yang baru saja dibebaskan dari penjara. Setelah sekian lama berpisah,
John Link akhirnya bisa bertemu kembali dengan putri tercintanya Lydia (Erin
Moriarty) berusia 16 tahun.
Namun kebahagiaan John tak bisa berlangsung lama, dikarenakan Bandar narkoba
sedang memburu John. Dengan alasan yang tidak jelas, Bandar narkoba tersebut
berniat membunuh putri John. Sebagai seorang ayah, tentu saja John tak bisa
berdiam diri. Ia harus melindungi putrinya.
Maka mulailah usaha John untuk melindungi putri kesayangannya dari ancaman
pembunuhan tersebut.
Genre Film : Action Thriler – Penulis Naskah : Andrea Berloff – Sutradara
:,Jean-François Richet – Produser : Chris Briggs, Pascal Caucheteux, Sebastien
Lemercier, Peter Craig – Produksi : Why Not Productions – Dirilis : 26 Agustus
2016.
Pemain :
Mel Gibson sebagai John Link
Erin Moriarty sebagai Lydia
William H. Macy sebagai Kirby Curtis
Elisabeth Röhm sebagai Ursula
Diego Luna sebagai Jonah
Thomas Mann sebagai Jayson
Dale Dickey sebagai Cherise
Michael Parks sebagai Preacher
Daniel Moncada sebagai Choop
Raoul Trujillo sebagai a cleaner
Richard Cabral sebagai Joker